BUNG KARNO; PALU RANGKAIAN MUTIARA DI KHATULISTIWA

  • Whatsapp
banner 728x90
                                                    Reporter: Firmansyah

DI TAHUN 1957, Presiden Soekarno pertama kali
menginjakan kakinya di Palu.
Kala berpidato, Proklamator RI itu menjuluki tanah Kaili dengan sebutan
rangkaian mutiara di katulistiwa.’  Makna yang terkandung
menginspiratif berbagai kalangan dalam mengartikan
nya. Salah satunya adalah
Wali Kota Hidayat.

Mantan kepala Balitbangda Sulteng itu
mengatakan bahwa makna ungkapan
‘mutiara  tersebut memiliki beberapa asumsi. Karena Palu
sendiri bukan daerah penghasil kerang mutiara. Namun jika didalami bisa
memberikan makna akan kekayaan meliputi kearifan alam, seperti gunung, teluk,
bukit, sungai.  Selain itu juga adanya
nilai ragam budaya masyarakat adat Kaili yang ada di Palu.

Senin malam (11/6/2018) di kediamanya, dalam
segmen silaturahim tersebut bersama sejumlah awak media dan tamu undangan
lainya, Hidayat menjelaskan bahwa hingga saat ini, ungkapan dari
Presiden Soekarono tersebut belum terpecahkan
semua maknanya. Olehnya pemerintah kota akan mendirikan monumen S
oekarno di tempat itu.
Sebagai bukti sejarah akan makna ucapan dari beliau.

Kearifan
budaya lokal, seperti ragam adat masyarakat tanah Kaili
, di Palu dari beberapa
tempat yang berbeda, Hidayat menjelaskan sangat beraneka ragam sifat dan
karakter masyarakatnya.
Sesuai hasil
surve
i dari beberapa karakter
masyarakat Kaili yang ada di beberapa wilayah di Kota Palu. Seperti di
bagian wilayah sebelah Utara, mayoritas
masyarakatnya bergelut di
bidang
pendidikan (guru).

Bagian Timur
seperti di Kelurahan Poboya, Kawatuna orientasinya bersentuhan dengan alam,
karena selalu melakukan ritual adat, bagian
Barat
kental dengan religi
keaagamaan yaitu Islamnya,
seperti di Kelurahan Kamonji, Kampung Baru dan organisasi keagamaan
Alkhairatnya terbesar di Sulteng.

Untuk wilayah Selatan memiliki jiwa
patriotisme, atau berkarakter radikal, seperti Kelurahan Tatura, Nunu,
Birobuli, Tawanjuka Tatanga, Duyu. Sedangkan di
tengah-tengah seperti
Besusu, Lolu orangnya lebih moderat, serta memiliki toleransi yang tinggi,
’’ jelas Wali Kota.
Di bagian Utara tokohnya dikenal dengan Raja
Langi, di sebelah Barat kota Palu dikenal dengan tokohnya Pue Njidi, bagian
Timur adalah Mantikulore, Selatan Songgo Langi, serta tengah Sira Langi. Kelima
orang tokoh mewakili lima wilayah di Palu adalah juga pelaku sejarah tumbuh
kembangnya agama
Islam
di kota. Oleh karena itu pemerintah akan membuat monumen tentang mereka.
Sehingga kearifan lokal dapat diangkat dan dilestarikan bagi generasi
berikutnya, selain itu juga sebagai wisata religi yang ada di kota Kaledo.

Menurut Wali kota, beberapa waktu lalu
pemerintah sudah melayangkan surat pengadaan patung S
oekarno kepada keluarga
Presiden tersebut, seperti Puan Maharani dan Megawati Sukarno Putri. Namun
hingga saat ini belum ada jawaban
nya.
Di lokasi
Taman
GOR sendiri sudah disiapkan meja setinggi dua meter sebagai landasan monumen.
Dengan luas altar 5
x 7
meter. Ketinggian patung sekitar sepuluh meter. Ukuran itu memiliki nilai
historis yaitu tinggi meja 2 meter menurut Hidayat adalah tanggal 2 bulan
10 merupakan tinggi patung,
serta lebarnya 57 sebagai tahun kunjungan dari S
oekarno.

‘’Pembangunan
monumen S
oekarno
di taman GOR merupakan satu kewajaran untuk dilaksanakan, ada atau tidak adanya
bantuan dari keluarga S
oekarno
hal tersebut tetap dibangun
. Karena dia merupakan salah
satu mutiara bangsa, namun moment ungkapan filosofinya mengalami perubahan
sedikit,
’’ ucapnya sambil tersenyum
lepas.
**

Berita terkait