Situs KPU Diretas, Bagaimana Keamanan Data Pilkada?

  • Whatsapp
banner 728x90
Sumber : tirto.co

PASCA Pemungutan suara Pilkada serentak 27 Juni lalu,
situsweb hitung cepat KPU infopemilu.kpu.go.id sulit diakses publik.
Pada laman utama hanya tertulis “Untuk meningkatkan kualitas pelayanan
informasi Hasil Pemilihan, untuk sementara layanan ini kami tidak
aktifkan”

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU RI) Arief Budiman angkat bicara terkait
sulitnya laman resmi KPU diakses publik. Menurut Arief, hal itu terjadi akibat
banyaknya serangan terhadap situsweb KPU. Sebagai solusinya, KPU menerapkan
sistem buka-tutup untuk menangkal serangan dari para peretas. Sistem
buka-tutup itu akan membuat akses ke
laman infopemilu.kpu.go.id kadang bisa dilakukan dan kadang tidak
bisa diakses. Dengan demikian, Arief tidak menampik apabila masyarakat yang
hendak memantau perhitungan suara yang disajikan dalam laman tersebut akan
mengalami kesulitan.

“Laman ini (infopemilu.kpu.go.id) harus kami buka-tutup. Jadi kalau mengakses
web kami kadang bisa dan nggak bisa dibuka. Itu sebetulnya cara kami untuk
menangkal serangan yang datangnya bukan hanya tiap jam, tapi tiap menit,” 
ujar Arief di kawasan Cikini,
Jakarta Pusat pada (30/6/2018). 

Namun, Arief menampik laman infopemilu.kpu.go.id yang sulit diakses
bukan berarti KPU tidak transparan. Menurut Arief, sistem buka-tutup, merupakan
langkah yang direkomendasikan ahli teknologi informatika dari KPU. 
Arief menjamin serangan dari para peretas itu tidak akan mempengaruhi hasil
penghitungan KPU. Ia menyebutkan bahwa keamanan data dari penghitungan suara
hasil pemilihan kepala daerah serentak yang digelar di 171 daerah tetap dapat
dipertanggungjawabkan hasilnya. 
Ahli digital forensik, Ruby Alamsyah sependapat dengan Arief. Ruby menilai
serangan dari para peretas itu memang tidak akan membuat data hilang atau
mengganggu keamanan data dari penghitungan suara hasil Pilkada 2018. Ruby
menyebutkan bahwa dampak yang muncul cenderung pada server
yang down. 
“Jadi kemungkinan yang terjadi ada dua, sistem dan aplikasi yang otomatis mati
karena kelebihan kapasitas (overload) atau memang
kabel ethernet dimatikan secara manual,” ujar Ruby
kepada Tirto, Minggu (1/7/2018). 
Ruby meyakini, apa yang terjadi pada laman infopemilu.kpu.go.id merupakan
serangan DDoS (distributed denial-of-service attack). Secara sederhana, kata
dia, serangan tersebut membuat laman resmi KPU dibombardir puluhan juta alamat
IP yang dikirimkan secara acak. Katakanlah kuota bandwidth laman
resmi KPU itu dipersiapkan untuk 50 juta alamat IP, kata dia, namun yang masuk
bisa mencapai 70-80 juta. 

Dengan sistem buka-tutup, Ruby mengatakan bahwa tim
teknologi informatika (IT) KPU sedang mengakali para peretas. Saat masyarakat
tidak bisa mengakses situsweb, saat itulah sebenarnya tim yang bertugas
melakukan kamuflase seolah-olah situs terserang DDos. Sementara saat masyarakat
sudah bisa kembali mengakses, serangan mungkin kembali dilancarkan karena server dianggap
sudah aman. 

“Sebenarnya untuk penyerangan DDoS Attack, ada cukup banyak solusi mujarabnya.
Namun memang yang pasti ialah sistem tidak akan bobol,” ungkap Ruby. 

Salah satu solusi ampuh untuk menangkal serangan DDoS itu ialah dengan menggunakan Cloudfare.
Ruby menjelaskan Cloudfare mampu secara otomatis memblokir alamat IP
yang mencurigakan dan merupakan serangan peretas. 
Tidak digunakannya cloudfare itulah yang lantas cukup disayangkan
oleh Ruby. Munculnya serangan peretas sehingga harus menerapkan sistem
buka-tutup membuat KPU terkesan kurang persiapan dalam mengantisipasi berbagai
kendala dalam teknologi informatika. 
Ruby menilai persiapan yang tidak maksimal itu karena rekapitulasi yang muncul
pada laman KPU bukanlah yang mutlak. Menurut Ruby, ada kemungkinan perhitungan
suara yang disajikan melalui situsweb resmi hanyalah sebagai bentuk
transparansi kepada masyarakat.


“Real count itu kan bukan hasil resmi karena perhitungan yang mutlak ialah
tetap yang secara manual dan diumumkan pada 9 Juli mendatang. Sehingga ada
kesan kenapa harus dioptimalkan [pengamanannya]?” jelas Ruby.
 

Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Perludem,
Titi Anggraeni menilai server yang acap kali down pada
laman infopemilu.kpu.go.id itu tidak akan mempengaruhi kepercayaan
masyarakat. Namun, Titi mengimbau agar KPU responsif dalam menjelaskan apa yang
sebenarnya terjadi. 


“Ini semua bergantung pada kemampuan KPU untuk terbuka dan transparan mengenai
kejadian ini. KPU harus meyakinkan bahwa ini tidak akan berpengaruh pada
integritas dan validitas hasil yang sedang dikerjakan,” ujar Titi
kepada Tirto. 
Menurut Titi, teknologi informatika merupakan pendukung dari akuntabilitas
kerja KPU. Sementara yang menjadi rujukan utama bagi masyarakat sebetulnya
tetap pada hasil yang muncul berdasarkan perhitungan manual. 
Titi lantas berpendapat bahwa kejadian ini sudah semestinya menjadi pelajaran
bagi KPU. Lambatnya respons dari KPU dalam menjelaskan ke publik, berpotensi
memunculkan sejumlah spekulasi. “Ini menjadi tantangan bagi KPU agar bisa
menjadi lebih baik,” ucap Titi.**

Berita terkait