CSR DONGI SENORO Iswanto, Salah Satu Bagian Warga Batui

  • Whatsapp
banner 728x90

Reporter:
Idham
PEMUDA Batui sedang giat-giatnya menjadi petani, dengan dukungan
pendampingan program corporate social responsibility (CSR) dari PT Donggi
Senoro Liquefied Natural Gas (DSLNG). Iswanto (27) misalnya, seorang alumni
Universitas Tompotika terjun menjadi seorang petani Cabai.
  
Saat di kunjungi wartawan beberapa bulan yang lalu (05/06/2018),
Iswanto yang juga ketua kelompok tani “Ina Utan” salah satu kelompok tani
binaan Program CSR PT. DSLNG di Kelurahan Sisipan, Kecamatan Batui, Kabupaten
Banggai  menuturkan bagaimana perkembangan perkebunan dan prospek
pertanian cabai di daerahnya serta peran serta CSR PT. DSLNG.
Pemuda batui biasanya membuat kelompok tani untuk mengelola
komuditas perkebunan berupa Jagung dan Cabai, karena dinilai relatif lebih
mudah dalam perawatan dan pemasaran. Kelompok tani kami sendiri “Ina Utan” red)
sendiri terdiri dari 20 orang anggota dari beberapa kalangan termasuk alumni
mahasiswa Untika dengan rentang usia 25-30 tahunan.
Iswanto menjelaskan kalau dirinya hanya mengikuti pelatihan dan
pendampingan melalui program CSR PT DSLNG.  Jenis pelatihan dan
pendampingan  terdiri dari pengolahan petanian Hortikultura di pusat
pelatihan pertanian, pembuatan pupuk organik misalnya air cucian beras, bonggol
pisang dan pemamfaatan Micro organisme lokal (MOL).
Pengetahuan tentang cara pengelolaan pembibitan, pengolahan dan
jenis pemupukan, jenis hama, masa panen terlihat sangat dikuasai. Salah satunya
berkat pelatihan yang pernah diikuti.
 “Saya bukan lulusan dari jurusan pertanian atau kuliah
pertanian tetapi hanya mengikuti pelatihan yang diadakan CSR SDLNG”, sekitar
bulan November 2017. Pelatihan tersebut dilakukan 10 kali pertemuan. Kita
diajarkan bagaimana tata cara bercocok tanam tanaman cabai dengan benar,
pemupukan dan rencana pemasaran.
Setelah melihat tanah milik keluarga seluas ±1 Hektar yang tidak
dimamfaatkan, akhirnya saya berfikir untuk memfaatkan dan tertarik untuk
mengikuti pelatihan yang dilakukan PT. DSLNG. Tidak cukup sebulan setelah ikut pelatihan,
kebun langsung dibersihkan dan mulai mempersiapkan penanaman.
Awalnya sekitar 800 pohon cabai jenis gorontalo yang di tanam,
dengan masa pembibitan satu bulan serta masa hidup produktif 6 bulan. Jenis
lain yang juga ditanam masyarakat Batui  Cabai Jenis F1 Pelita 8 yang
lebih tahan penyakit, namun permintaan tinggi justru jenis Gorontalo, tutur
Iswanto.
“Orang sini juga suka yang lokal, makanya saya kembangkan jenis
gorontalo”. Dalam 800 pohon, ia mengaku bisa menghasilkan sekitar  30
kg sampai 40 kg cabai. Pada awal Juni lalu, merupakan masa panennya yang ke 14
kalinya. Sekitar seperempat lahan dimamfaatkan untuk tanaman Cabai.
Bercocok tanam cabai, lumayan hasilnya. Sebenarnya kalau ini
digeluti serius, orang-orang kampung sebenarnya tidak perlu susah makan di
kampung sendiri,”ujar Iswanto. Selain itu tidak perlu memikirkan pemasaran
karena sudah adanya stocking point, kata Iswanto kepada wartawan.


Pemasaran Terjamin berkat Stocking Point
Hasil panen masyarakat sekitar dijual ke sebuah stocking point.
Stocking point sendiri merupakan sebuah lembaga berbentuk koperasi, khusus
membeli produksi hasil pertanian dan perkebunan warga. Stocking point
memberikan keuntungan karena koperasi membeli hasil pertanian warga secara
tunai ke masyarakat dengan mengikuti harga pasar. Sehingga warga tidak perlu
khawatir lagi hasil pertaniannya tidak laku.
Stocking point merupakan salah wujud kehadiran PT. Donggi Senoro
Liquefied Natural Gas (DSLNG) kepada masyarakat terutama masyarakat sekitar
kawasan PT. DSLNG melalui program corporate social responsibility atau CSR yang
hadir untuk meningkatkan perekonomian, kesehatan, pendidikan dll.  Sumber
pendanaan stocking point sendiri berasal dari mekanisme pinjaman Bank, dengan
PT. DSLNG menjadi pihak penjamin.
Nurdin, selaku penanggung jawab stoking point koperasi di Desa
Kalolos Kecamatan Kintom, menyebutkan dana koperasi diperoleh dari pinjaman
BRI. Nurdin mengaku pinjaman koperasi itu dijamin pihak DSLNG “Empat puluh juta
awalnya kita diberi pinjaman atas jaminan DSLNG,”jelas Nurdin.
Kalau keuntungan koperasi didapat dari selisih penjualan harga.
Misalnya dibeli dengan harga per kilo Rp.20.000, maka koperasi akan menjualnya
Rp23.000 per kg. Sementara cabai yang terkumpul di tampung di koperasi
selanjutnya dijual ke Provinsi Gorontalo. “Kami umumnya menjual ke Gorontalo.
Setiap dua hari sekali melalui kapal,”jelasnya. Keuntungannya sendiri akan
dibagikan sesuai aturan bagi hasil kepada setiap anggota, ujar Nurdin.**

Berita terkait