Lahannya Warga Trans Dicaplok PT SJA 2

  • Whatsapp
banner 728x90

Konfrensi Pers di Kantor SP bersama Kaum Perempuan Trans Madoro Dan Kancu’u (Foto: KP/Ishaq)

Reporter/poso: Ishaq hakim
MASYARAKAT Transmigrasi Madoro dan Kancu’u Desa Masewe menuntut perusahaan
kelapa sawit PT. SJA 2 mengembalikan lahan mereka yang selama ini dijadikan
kawasan perkebunan kelapa sawit. Selain itu, warga juga menuntut agar
pemerintah merealisasikan pemberian lahan sebanyak dua hektar yang selama ini
dijanjikan di wilayah tersebut. Hal itu disampaikan para kaum perempuan di Poso
saat konferensi pers di kantor Solidaritas Perempuan (SP) Sintuwu Raya Poso.
Kaum perempuan yang didampingi Ketua Badan Eksekutif Solidaritas
Perempuan Sintuwu Raya Poso, Evani Hamzah. Yakni Yeni Sandipu, Tarima, Yurlin
dan Rasi Dago Pokesa.
Yeni Sandipu warga trans Madoro mewakili warga transmigrasi Madoro
mengatakan, selama ini mereka sebagai transmigrasi penduduk setempat (TPS) hanya
dijanjikan pemerintah lahan seluas 2,5 hektar, jika mereka dapat memberikan
lahan miliknya kepada transmigrasi penduduk asal (TPA)  seluas 50 are
atau setengah hektar. “Sampai saat ini janji itu tidak pernah ada dan tidak
pernah ditepati. Sehingga kami hanya bisa mengelola lahan pekarangan saja,”
katanya.
Dikatakannya, pihaknya sudah berulang kali menanyakan hal tersebut
baik kepada Pemkab Poso maupun pihak transmigrasi, namun hal itu tidak mendapat
jawaban yang pasti.  “Kami hanya menuntut agar para pihak yang telah
menjanjikan itu dapat merealisasikannya apa yang pernah mereka katakan,”
pintanya. Dijelaskannya, para kaum perempuan di trans Madoro menolak ajakan
untuk kerja di lahan perkebunan milik salah satu perusahaan sawit di daerah
itu. Penolakan itu menurut dia sangat beralasan karena bekerja di perkebunan
milik perusahaan itu hanya sebagai buruh.
“Kami ingin mengelola lahan kami sendiri, bukan menjadi buruh di
negeri sendiri,” tegasnya. Ia juga meminta, agar semua lahan milik masyarakat
yang ada menjadi kawasan perkebunan dikembalikan ke pemiliknya, dan biarkan
masyarakat mengelolanya sendiri, sehingga taraf ekonomi masyarakat dapat
meningkat.
“Selama ini kami dipersulit untuk semua akses, karena  apa
yang kami lakukan tidak lain untuk memperjuangkan hidup kami dan memperoleh hak
kami kembali,” sebutnya. Ketua Badan Eksekutif Solidaritas Perempuan Sintuwu
Raya Poso, Evani Hamzah yang mendampingi kaum perempuan di wilayah itu
menegaskan, permasalahan yang terjadi di daerah ini atas permasalahan agrarian
sangatlah kompleks. Bahkan menilai rencana tata ruang wilayah yang ada saat ini
tidak sesuai dengan kondisi kekinian.
Seharusnya pemerintah dapat menyelesaikan program reformasi
agraria hingga di wilayah-wilayah konflik agrarian. Ini pekerjaan rumah bagi
pemerintah saat ini yang harus diselesaikan dengan arif, sehingga masalah
konflik agraria di daerah ini tidak berlarut-larut dan menjadikan masyarakat
kecil menjadi korban,” tandasnya.**

Berita terkait