Radikalisme Menjadi Tema Konferensi Sarjana Muslim Sedunia di Indonesia

  • Whatsapp
banner 728x90

Menteri Agama Lukman Hakim Pada Opening Ceremony AICIS di Ball Room Mercure Hotel
Reporter:
Humas Dirjen Pendis Kemenag RI
Persoalan Radikalisme dan inklusifisme dalam Islam
menjadi tema utama yang dibicarakan dalam pertemuan para sarjana Islam dunia
dalam forum yang bernama The 18th Annual
International Conference on Islamic Studies
(AICIS) 2018. Tahun ini
sebanyak 1700 sarjana studi Islam dari seluruh dunia membicarakan adanya gap
antara text-text Islam dengan praktek di lapangan. Untuk itu tema pertemuan
AICIS tahun ini adalah “Islam in a
Globalizing World: Text, Knowledge and Practice
.
AICIS adalah forum kajian keislaman
yang diprakarsai Indonesia sejak 18 tahun lalu. Pertemuan para pemikir islam
ini menjadi barometer perkembangan kajian Islam dan tempat bertemunya para
pemangku kepentingan studi islam dunia.
Kampanye kekerasan oleh ISIS
dan kelompok-kelompok radikal di berbagai belahan dunia memaksa para ilmuwan
dalam ini berkumpul untuk saling mengisi dalam berkontribusi pada bentuk
keislaman sesuai ajaran aslinya. Dalam pertemuan yang diprakarsai oleh
Kementerian Agama RI ini, sebanyak 300 makalah dan paper akan dibahas dalam
diskusi tingkat tinggi yang diikuti oleh para akademisi studi islam dalam
berbagai jurusan.
Menteri Agama Lukman Hakim Pada Opening Ceremony AICIS di Ball Room Mercure Hotel
Menteri Agama RI, Lukman Hakim
Saifuddin yang membuka acara ini mengungkakan, forum seperti ini penting agar
studi Islam tidak teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. “Dalam
diskusi akan dibahas sejauh mana para pakar studi Islam merespon dan memberikan
solusi atas persoalan sosial keagamaan yang belakangan ini mengganggu
kerukunan,” katanya di Hotel Mercure, Palu, (18/9) pukul 10.00 WITA.
Kasus-kasus intoleransi,
penodaan agama, persekusi, hingga kasus radikalisme dan terorisme membutuhkan
respon yang tidak bersifat reaktif belaka, tetapi membutuhkan kajian dan
penelitian empirik. Menurut Menag, akademisi Islam tidak boleh berada di atas
menara gading yang terlalu asyik dengan penelitian dan diskusi yang tidak
berkontribusi dalam menyelesaikan masalah sosial, politik, kebangsaan baik di
Indonesia maupun dunia.
“Era keterbukaan global
telah melahirkan tantangan di mana-mana tak terkecuali bagi Indonesia.
Bergesernya kecenderungan keagamaan menjadi lebih korservatif dan kepentingan
poitik yang menunggangi adalah contoh dinamika masyarakat yang secara riil
menciptakan masalah. Terhadap yang demikian itu kita wajib merespon dengan
kearifan,” tambahnya. Menag berharap, konferensi ini melahirkan kontribusi
nyata yang dipersembahkan kepada dunia yang damai.
Salah satu kontribusi yang
diinginkan dari akademisi islam adalah menularnya gagasan populisme. Kabar
baiknya, sejauh ini dunia semakin menyadari bahwa Islam Nusantara dan memiliki
kekhasan tersendiri dalam merespon radikalisme dan konservativisme berbasis
agama.
Keynote speaker dalam
serangkaian sidang ini adalah Menetri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin dan
Dominik Müller Ph.D dari Max Planck Institute for Social Anthropology, Jerman,
yang merupakan pakar antropologi agama yang penelitiannya berbasis di asia
tenggara termasuk indonesia. Pembicara asing lainnya adalah Prof. Dr. Hans
Christian Gunther dari Albert Ludwig Universitat, Freiburg, Jerman, Dr. Hew Wai
Weng dari University Kebangsaan Malaysia, dan Dr. Ken Miichi dari Waseda
University, Jepang. ***

Berita terkait