GNS New Zealand Petakan Likuifaksi di Palu

  • Whatsapp
banner 728x90
Evakuasi korban likuifaksi di Petobo
Reporter: Ikhsan Madjido


Tim GNS Science dan Universitas Gadjah Mada (UGM) akan melakukan penelitian dan pemetaan terkait gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Kota Palu, Sigi dan Donggala.
Hasil penelitian ini akan digunakan para pengambil kebijakan, akademisi, para peneliti kegempaan dan pihak terkait  penanganan dan antisipasi bencana.


Pakar Manajemen Resiko Bencana dari GNS Science Auckland, New Zealand, Michele Daly berharap pemetaan wilayah potensi likuifaksi dapat membantu dalam hal recovery dan rekonstruksi Kota Palu dan Sigi.


“Disamping itu juga akan melakukan penelitian tentang tsunami sesar Palu-Koro dan membuat panduan bagaimana untuk bangkit kembali pasca bencana,” jelas peneliti senior GNS Science ini, Senin (8/10/2018).


GNS Science sebelumnya direncanakan akan ke Indonesia pada pertengahan November melanjukan program Seismometer di sekolah di Sulawesi Tengah, namun karena ada bencana kunjungan tersebut ditunda.


“Dan sebagai gantinya, kami akan mengirim tim ahli kegempaan  membantu mengedukasi masyarakat membangun pemukiman yang tahan gempa,” katanya.


 Meskipun masih ada kemungkinan terjadi likuifaksi pada masa mendatang, tapi diperlukan gempa yang berkekuatan dahsyat yang memungkinkan hal itu terjadi.


“Ada kemungkinan likuifaksi terjadi lagi di tempat yang sama jika terjadi gempa yang berkekuatan besar. Olehnya itu, tindakan yang diperlukan adalah tidak membangun pemukiman di daerah itu,” bebernya.

.
Sementara itu, menurut Pengamat Kebencanaan Sulteng, Abdullah, bahwa sebuah rumus empiris, yang didasarkan pada hitungan-hitungan statistik, telah dikemukakan oleh K. Kasahara dalam bukunya “Earthquake Mechanics” pada 1981: bahwa periode berulangnya gempa-gempa “besar” adalah dalam rentang waktu 69 tahun atau 55,8 sampai 82,2 tahun.

Dengan demikian, gempa 7,7 SR yang terjadi pada Jumat 28-09-2018 dan menimbulkan tsunami 4 – 10 m di Teluk Palu, kemungkinan akan berulang lagi “paling cepat 55,8 tahun” yang akan datang. Karena itu, warga Kota Palu dan sekitarmya yang masih mengungsi di “ketinggian” kiranya kembali ke rumahnya masing-masing bagi yang rumahnya masih layak huni dan menjalani kehidupan sebagaimana biasanya.**

Berita terkait