Mungkinkah Pemerintah Tak Naikkan Tarif Listrik hingga Akhir 2019?

  • Whatsapp
banner 728x90
.

Sumber: Tirto.id

KEMENTERIAN Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan tidak menaikkan tarif dasar listrik
(TDL) pada triwulan I 2019 (Januari-Februari). Kebijakan ini berlaku bagi
konsumen listrik subsidi dan non-subsidi.
Keputusan
ini cukup spekulatif mengingat asumsi makro Kementerian ESDM selama
September-November 2018, memberi sinyal bahwa kenaikan TDL adalah pilihan yang
perlu dipertimbangkan. Sebab, rata-rata nilai tukar dan Indonesia Crude Price
(ICP) selama 3 bulan itu, telah mencapai Rp14.914 per dolar AS dan 71,81 dolar
AS per barel.
Namun,
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Andy Noorsaman Sommeng
mengatakan lembaganya tetap tidak akan menaikkan tarif dasar listrik, bahkan
hingga akhir 2019.
Alasannya,
kata Sommeng, pemerintah tengah memprioritaskan harga listrik yang terjangkau
sehingga daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi tetap terjaga.
“Kalau
harga tidak naik, kan, itu membuat masyarakat tenang. Kami itu mau jaga
competitivness negara kita,” kata Sommeng kepada reporter Tirto.
Sommeng
juga menilai keputusan pemerintah ini tidak akan berdampak pada keuangan PT
Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang pada 2018 mengalami kerugian. Sommeng
justru mengklaim keputusan untuk tidak menaikkan TDL sudah mempertimbangkan
keadaan PLN.
Menurut
dia, selama PLN tetap dapat beroperasi dengan ketersediaan listrik yang cukup
dan harga yang terjangkau, maka hal itu ia anggap sudah cukup baik.
Apalagi,
kata Sommeng, harga bahan bakar primer untuk produksi listrik seperti minyak
dan gas, serta batu bara sedang mengalami penurunan. Kondisi itu, kata Sommeng,
dapat membuat PLN bekerja lebih efisien.
“PLN
itu public utility company. Tidak bisa disamakan dengan profit company. Kalau
untungnya dikit, tapi masyarakat bisa berproduksi, bekerja ya itu dia,” kata
Sommeng.

Executive
Vice President Corporate Communication and CSR PT PLN, I Made Suprateka
mengafirmasi pendapat Sommeng. Menurut dia, upaya menjaga harga listrik
terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat untuk meningkatkan harga jual
industri dalam negeri dan daya beli.
Meski
demikian, I Made membenarkan bila tidak naiknya TDL tentu akan berdampak pada
pendapatan yang diterima PLN. Belum lagi kehadiran PLN sebagai BUMN tentu
memiliki porsinya untuk mengejar untung sebagaimana korporasi pada umumnya.
PLN,
kata I Made, memiliki tugas untuk menjangkau daerah-daerah yang belum menikmati
listrik seperti Indonesia bagian tengah dan timur. Karena itu, kata dia, posisi
PLN sebagai korporasi tidak dapat diukur dari pencapaian keuntungan semata.
“Kalau
pengaruh [ke pendapatan] ya sudah pasti. Tapi jangan hanya melihat keuntungan
atau laporan laba-rugi PLN saja, tolong lihat bahwa kami juga berusaha agar
semua masyarakat terjangkau listrik,” kata I Made.

TDL
Berpengaruh pada Daya Beli
Direktur
Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah memaklumi keputusan
pemerintah yang tidak menaikkan TDL.
Sebab,
kata Piter, kenaikan TDL akan berdampak buruk pada inflasi dan daya beli
masyarakat. Akibatnya, dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang 60 persennya
bergantung pada konsumsi masyarakat.
Lagi
pula, kata Piter, anggaran subsidi listrik di APBN 2019 meningkat menjadi
Rp62,11 triliun dari Rp47,77 triliun pada 2018. Selain itu, kata Piter, PLN
tidak serta merta menanggung kerugian saat terdapat selisih harga keekonomian
dan TDL karena celah itu ditutup oleh subsidi.
Hanya
saja, kata Piter, kerugian dapat dirasakan PLN jika pemerintah lambat
mencairkan dana subsidi itu. Sebab, PLN harus menalangi pengeluaran langsung
untuk operasional, sementara subsidi digelontorkan sebagai penggantinya.
Karena
itu, Piter mendesak pemerintah untuk memperlancar pencairan subsidi agar tidak
menyulitkan keuangan PLN walaupun hanya bersifat sementara.
“Masalahnya
pemerintah sering lambat mencairkan itu. Pemerintah harus paham cash flow PLN.
Kalau tidak, kondisi keuangan PLN akan terganggu meski sementara,” kata Piter.

Hal
senada diungkapkan Direktur Eksekutif Institue for Essential Services Reform
(IESR), Fabby Tumiwa. Ia memaklumi bila melalui keputusan itu pemerintah ingin
meminimalisir dampak ekonomi kepada masyarakat.
Selain
itu, Fabby juga melihat pemerintah telah menerapkan kebijakan harga batu bara untuk
kebutuhan domestik (DMO). Dengan porsi 60 persen bahan bakar primer listrik,
maka ongkos produksi dapat ditekan hingga 15-20 persen.
Hal
itu pun, kata dia, masih didukung dengan penyertaan modal negara (PMN) saat PLN
menyalurkan listrik penugasan ke desa-desa. “Hal-hal itu dilakukan agar
finansial PLN tidak terganggu,” kata Fabby.
Namun,
Fabby mengingatkan agar pemerintah tetap mewaspadai kenaikan harga minyak dan
pelemahan kurs rupiah lantaran biaya produksi primer listrik dibayar dengan
dolar.
Saat
ini, Fabby memperkirakan biaya produksi PLN sudah lebih tinggi atau paling
tidak sama dengan TDL. Artinya, kata Fabby, jika berpikir soal keuangan PLN,
maka pemerintah harusnya menaikkan tarif dasar.
Namun,
kata Fabby, pada tahun politik ini pemerintah tidak akan gegabah menaikkan TDL.
“Saya
melihat pemerintah berusaha agar PLN enggak rugi-rugi banget saat melayani
listrik. Tapi, kan, intinya enggak mau kehilangan dukungan politik ya,” kata
Fabby. ***

Berita terkait