Ngopi Pilpres: PARNO VISI & MISI

  • Whatsapp
banner 728x90
.

OLEH: ANDONO WIBISONO
AYO NGOPI – ngomongin politik; di pemilihan presiden Republik Indonesia 2019
yang sisa efektif tiga bulan; adalah tulisan ringan setiap hari. Temanya tentu
yang menjadi opini publik yang kerennya ‘viral’ Ini demi pendidikan politik,
tentunya bagi pembaca dan penulis. Yaitu menulis itu menorehkan tinta khasanah
abadi untuk sebuah peradaban dunia yang lebih terang.
———————
VISI adalah sebuah pandangan yang akan dituju oleh seseorang; begitu
sederhananya. Visi juga dapat dipersepsi mirip dengan empati; kemampuan
merasakan apa yang dirasakan orang lain sehingga seseorang menghasilkan sebuah
pandangan untuk masa depan. Ketajaman penglihatan. Pandangan atau kemampuan
merasakan itu harus terukur. Bukan angan-angan, bukan ilusi atau bahkan karena
mabuk ekstasi.

Pun demikian dengan misi. Menurut pandangan sederhana saya; misi adalah
tugas atau kewajiban yang harus dilakukan seseorang. Biasanya ini soal
strategi. Saya harus beli mobil 2020. Itu Visi saya, terukur setahun (2020).
Misinya, atau strateginya selama 2019 itu apa saja kewajiban yang harus saya
lakukan agar tercapai beli mobil 2020. Sederhanakan? Tidak memusingkan. Tidak
serumit politisi yang terperangkap dengan diksi-diksi yang ditulisnya sendiri.

Sudah barang tentu, dalam sebuah kontestasi politik nasional dengan
jumlah rakyatnya 260 juta, patut dan wajar visi dan misi seorang calon pemimpin
harus diuji (dikritisi) oleh publik. Mau apa selama lima tahun? mau diajak
kemana rakyat hingga 2024.

Bagi Jokowi, sebagai petahana sudah barang tentu visinya Indonesia
hebat, revolusi mental dan seterusnya itu yang ditagih pada persimpangan
Pilpres kali ini. Wajar publik bertanya. Apa membangun infrastruktur dari
hutang itu revolusi mental? Apa iya itu Indonesia Hebat? Wajar rakyat pemilik
kedaulatan bertanya. Ini konsekwensi kita semua akibat amandemen UUD 1945.

Bagaimana dengan Capres Prabowo – Sandi. Sebagai penantang pasti banyak
diuntungkan. Istilah dalam permainan bola bermain tanpa beban menggotong visi
dan misinya. Kali ini Capres ini mengusung Indonesia Adil dan Makmur. Ayo
kritisi itu. tiap tahun apa strateginya agar mencapai keadilan? Mencapai
kemakmuran? Apa yang akan dilakukan keduanya. Adil di bidang apa dulu? Terus
makmur itu tiap tahun apa parameternya? Kemiskinan menurunkah setiap tahun?
meningkat IPM kah setiap tahunnya? Kan demikian kalau kita ingin peradaban
politik bangsa ini lebih maju.

Polemik soal debat penyampaian visi dan misi di Pilpres kali ini hemat
saya paling konyol. Meniadakan debat soal visi dan misi Capres dan Cawapres
dalam satu sesion adalah sebuah kemunduran. Rakyat butuh pengetahuan, butuh
agar dapat bernalar untuk menentukan pilihan siapa dari dua Capres – orang
terbaik di negerinya ini; yang visi dan misinya sesuai dengan akal sehatnya.

Debat visi dan misi sangat penting. Untuk menguji kebenaran visi
seseorang atas masa depan RI lima tahun ke depan. Misinya untuk mencapai visi
selama lima tahun. Debat itu sehat. Karena itu budaya intelektual.
Sepaham-pahamnya sahabat akan pikiran kita, pasti akan lebih paham diri kita
akan jalan pikiran kita sendiri. Kalau bisa kita menyampaikan jalan pikiran
kita, mengapa harus orang lain? Walaupun mungkin orang lain akan lebih
memperbaiki keindahan jalan pikiran kita.

Pilpres 2019 harus jadi perubahan peradaban politik Indonesia lebih
baik. Bukan malah lebih konyol. Lebih ortodok, kuno bahkan bahlul. Publik ingin
kedua Capres ini adu gagasan yang sehat, bukan menyerang SARA, publik ingin
keduanya melihat dengan ketajamannya menghadapi ancaman global? Persaingan
industri era 4.0, soal-soal proxy war, soal ketahanan dan kemandirian pangan
misalnya.

Maju dan miskinnya negara bukan ditentukan usia negara itu. banyak
contoh di dunia. India dan Mesir usianya lebih 2000 tahun, majukah negara itu?
Coba anda bandingkan dengan Singapura, Kanada, Australia dan terakhir yang
menajubkan New Zealand. Umurnya kurang dari 150 tahun tapi miskinkah?

Jepang? Miskin sumber daya alam (80 persen pegunungan), apa jadi negara
pengutang-utang? Apa yang terjadi dengan Jepang? Sekarang negara sakura itu
kekuatan ekonomi nomor dua di dunia. Swiss, tidak punya perkebunan coklat tapi
coklatnya terbaik di dunia. Ini fakta dunia. Apa yang bisa merubah itu semua?
Sikap, attitude masyarakat negara itu. Lalu apa perilaku pemimpinnya selanjutnya.

Akhirnya, adu nalar visi dan misi tidak perlu ditakuti. Sebaiknya
justeru harus dipertarungkan untuk melihat mana dari kedua Capres ini yang
tajam pengelihatannya, mana yang lebih empati ke rakyatnya, mana yang lebih
tepat cara pandangnya. Serahkan rakyat pemilik kedaulatan untuk menilai.
Tampilkan keduanya depan layar kaca. (penulis adalah wartawan politik di Sulawesi
Tengah sejak tahun 2000)
.**  

Berita terkait