Tangguhkan Kredit Bukan Wewenang Gubernur

  • Whatsapp
banner 728x90

Reporter: Firmansyah Lawawi

PENUNDAAN Pembayaran kredit terhadap perbankan bagi
masyarakat berdampak bencana bukanlah kewenangan gubernur.

Gubernur tidak  memiliki kewenangan terkait
mengeluarkan kebijakan penundaan pembayaran hutang, karena hal ini bukan
merupakan kewenangan pemerintah daerah.

Penegasan ini disampaikan Sekretaris Daerah
Provinsi (Sekdaprov) Sulawesi Tengah, Moh Hidayat Lamakarate dihadapan
pengunjuk rasa di Kantor DPRD Provinsi, Senin (11/2/2019).

Namun, menurutnya, keputusannya berada di tingkat
pemerintah pusat. “Tanggal 30 November 2018 lalu kami telah mengakomodir
forum debitur bencana dengan menerbitkan surat dan telah mengirimkannya kepada
Presiden RI, terkait penghapusan hutang. Saya sendiri yang konsep suratnya.
Namun kewenanganya berada di pemerintah pusat,” katanya.

“Yang pasti kami selaku pemda akan selalu berada
di depan masyarakat Sulteng. Apa yang bisa kami lakukan akan kami lakukan dan
kami pihak pemerintah tidak memberikan janji atau jaminan apapun yang terkait
bukan kewenangan kami. Tetapi kami akan berusaha memfasilitasi terkait
permasalahan-permasalahan di luar kewenangan kami,” tambah Sekprov.
@Firmansyah
Direncanakan, hari ini (Selasa, 12/2/2019),
Pemerintah Daerah akan melakukan pertemuan dengan pihak OJK Perwakilan Sulteng,
BI Perwakilan Sulteng, pihak Perbankan dan FPPH bertempat di kantor Gubernur
untuk membahas kebijakan Peraturan OJK Nomor 45/POJK.03/2017 soal Perlakuan
Khusus Terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank Bagi Daerah Tertentu di Indonesia
yang Terkena Bencana Alam.
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Forum
Perjuangan Pemutihan Hutang (FPPH) menuntut pemerintah provinsi melalui
Gubernur untuk mengeluarkan kebijakan untuk penundaan pembayaran kredit minimal
12 bulan kepada pihak perbankan, maupun lembaga pembiayaan (leasing).

Berdasarkan laporan masyarakat berdampak bencana,
beberapa pihak perbankan maupun leasing hanya memberikan waktu penundaan
pembayaran kredit 3 sampai 6 bulan dan saat ini beberapa pihak terkait tersebut
telah mulai melakukan penagihan kepada debitur yang berdampak.

“Bagaimana mungkin masyarakat yang berdampak bencana bisa memperbaiki ataupun memulihkan ekonominya dalam jangka waktu
3 atau 6 bulan,” kata korlap aksi.

Sebelumnya, forum telah melayangkan surat kepada
semua Bank dan Leasing untuk menangguhkan hutang selama tiga tahun. Namun pihak
yang diajukan tetap menolak hal tersebut.

“Kami meyakini kebijakan pemerintah daerah
yang mampu serta mempunyai wewenang dalam mengakomodir  penangguhan hutang kepada masyarakat,”
tandasnya.

Salah seorang pengamat publik sangat menyayangkan
tuntutan forum ini tanpa ada konsultasi sebelumnya. “Jadi sia-sia saja waktu
dan tenaga memperjuangkan sesuatu yang kita sendiri belum tau prosedurnya,”
katanya.

Sementara itu, diketahui salah satu anggota
legislatif pusat asal Sulteng, Akhmad H Ali tidak sepakat apabila
perjuangan-perjuangan tersebut disampaikan dengan show force, jalanan dan
dengan emosional dan marah-marah. 

“Saya secara pribadi akan bersama dalam barisan
perjuangan para korban. Tapi saya tidak sepakat dengan cara-cara show force,
marah-marah dan caci maki. Kita harus mengedepankan non litigasi standing. Kita
harus cerdas, kuat dan benar membawa data korban. Saya setuju negara harus
hadir disini,’’ tegasnya.

Akhmad H Ali juga tidak menghadap-hadapkan
pernyataan Wapres JK sebagai Ketua Satgas Bencana dengan tuntutan korban
Padagimo yang berdampak pada sensitifitas politik. “Yakinlah kami berjuang
sebagai wakil rakyat Sulteng di Jakarta. Di sana ada Pak Maman, Pak Muhidin
kami semua akan bekerja sama berjuang, masih panjang. Jangan terus
mempeta-konflikkan pernyataan Wapres dengan korban,’’ ajaknya. **

Berita terkait