Jatam Desak Moratorium Izin Tambang

  • Whatsapp
banner 728x90
Reporter: Ikhsan Madjido

JARINGAN Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah mendesak
pemerintah Pusat dan pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk melakukan
evaluasi secara menyeluruh izin pertambangan yang ada di Sulawesi Tengah.

Kordinator Kampanye dan Advokasi Jatam, Moh Taufik dalam siaran persnya
mengungkapkan ekspansi industri 
pertambangan di Sulawesi Tengah semakin penuh kontroversi.

Temuan Jatam ada sekitar 67 IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang tidak mengantongi
status IUP CnC (Cleand And Clear) dari pemerintah.

“Ada pula sekitar 16 IUP yang diterbitkan oleh Pemerintah masuk dalam
Kawasan hutan Konservasi yang tersebar di semua kabupaten di Sulawesi Tengah,”
kata Taufik, di Palu, Senin (20/5/2019).
@Aktifitas Pertambangan di Sulawesi Tengah
Disamping itu, imbuh Taufik, sedikitnya 6 Perusahaan tambang di
Kabupaten Banggai yang tidak mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH)
dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Selain itu, Jatam Sulteng juga menemukan sedikitnya 6 kali konflik yang
terjadi antara perusahaan tambang  dan
masyarakat yang berada lingkar tambang di Sulteng.

Tercatat sepanjang tahun 2018 konflik tersebut diantaranya Pertama PT.
Mahligai Artha Sejahtera dan masyarakat Desa Buleleng Kabupaten Morowali, perusahaan
diduga melakukan penerobosan lahan masyarakat dengan luas 18 Ha.

Selanjutnya  PT Mulia Pacific
Resources ( MPR ) dan masyarakat desa Tontowea di kabupaten Morowali Utara
aktivitas pertambangan yang dilakukan di duga mencemari sumber air berih
masyarakat.

Ketiga PT Karya Toba dan masyarakat Desa Malulu di  Kabupaten Tolitoli, aktivitas perusahaan ini
berdekatan dengan irigasi masyarakat yang digunakan untuk mengairi areal
persawahan sehingga masyarakat mendesak melakukan penutupan aktivitas
pertambangan ini.

Keempat CV Makmur jaya dan Masyarakat Desa Toili Barat, masyarakat
menolak penambangan di sepanjang aliran sungai karena mengancam pemukiman
masyarakat yang berada di pinggir sungai.

Kemudian, kelima PT Bumanik dan masyarakat Desa Molores dan masyarakat Desa
Keuno Kabupaten Morowali Utara, aktivitas pertambangan diduga melakukan
penerobosan lahan milik warga  di dua
desa ini.

Dan keenam, kata Taufik, PT Multi Dinar Karya dan masyarakat Desa
Marowo Kabupaten Tojo Una Una, masyarakat desa melakukan aksi penolakan
terhadap aktivitas perusahaan karena selain IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang
sebagian besar masuk wilayah perkebunan masyarakat, aktivitas pertambangan juga
mengancam sumber air bersih masyarakat 
yang juga masuk dalam wilayah IUP perusahaan.

Olehnya itu, Jatam mendesak pula agar Pemerintah Pusat dan  Provinsi Sulteng harus segera melakukan
Pencabutan IUP Non CnC dan IUP yang bermasalah di Sulawesi Tengah dan meninjau
kembali izin pertambangan yang masuk dalam wilayah kawasan hutan Konservasi.**

Berita terkait