9 Bulan Bencana Sulteng

  • Whatsapp
banner 728x90
Hunian Para Korban Gempa Harus Diprioritaskan

Pemenuhan hak-hak korban bencana gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah (Sulteng) pada September 2018 silam harus diprioritaskan. Hal ini harus menjadi prioritas semua pihak yang terlibat dalam agenda rehabilitasi dan rekonstruksi setelah bencana di Sulteng.

“Mereka harus diprioritaskan untuk secepatnya difasilitasi hunian tetap dan agenda ekonomi untuk memulihkan mata pencaharian, sesuai dengan master plan rencana induk yang telah ditetapkan,” kata Ketua Fraksi Partai NasDem DPR Ahmad HM Ali dalam keterangan tertulisnya, Senin (24/6/2019).

Menurut Ali, pemenuhan hak korban sangat penting. Terlebih mengingat bencana gempa bumi, tsunami, liquefaksi dan tanah longsor yang terjadi di lembah Palu Sulteng telah berlaku sejak 9 bulan lalu, tepatnya 28 September 2018 lalu. Sehingga terhitung hampir 9 bulan berlalu program tersebut harus diprioritaskan.

“Artinya masyarakat korban sudah mengungsi kurang dua bulan lagi satu tahun, harus ada kemajuan yang berarti, paling tidak pemenuhan hak-hak korban disegerakan untuk dipenuhi,” kata anggota Komisi VII ini.

Lebih jauh Ali menekankan, rehabilitasi kehidupan manusia, terutama korban yang telah kehilangan tempat tinggal harus menjadi skala prioritas. Agenda rekonstruksi kata dia bisa mengikuti secara beriringan.

“Agenda pemulihan kehidupan sosial korban terdampak yang kehilangan hunian harus menjadi skala prioritas, infrastruktur dan rekonstruksi lainnya yang bersifat fisik nanti bisa sambil

beriringan,” tukasnya.

Dalam kesempatan yang sama Ali menyampaikan, saat ini terjadi disparitas (perbedaan) tingkat kehidupan yang agak ekstreme terutama wilayah perkotaan dengan desa yang menjadi zona terdampak bencana. Banyak sekali orang kehilangan mata pencaharian, sementara kehidupan social bergerak lebih cepat dari kemampuan adaptasi program rehab rekon untuk memenuhi fasilitas sarana kerja.

“Disparitas kehidupan agak ekstreme (tajam) karena kehidupan sosial bergerak cepat ke arah konsumsi normal di tengah produksi dan pekerjaan yang belum pulih,” kata dia. Ali mengemukakan, lapora Bank Indonesia menyebutkan, kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah sedikit memburuk paskabencana. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi Tengah pada Februari 2019 mencapai 3,54 persen lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang sebesar 3,19 persen.

“Salah satu penyebabnya adalah dampak bencana yang menyebabkan tenaga kerja kehilangan mata pencahariannya terutama pada sektor pertanian dan perdagangan,” tandasnya.

Sebelumnya, sebanyak 6.655 pengungsi gempa, tsunami dan likuifaksi di Palu masih tinggal di tenda-tenda dan selter pengungsian yang tersebar di sejumlah lokasi, karena jumlah unit hunian sementara (huntara) terbatas. Sejauh ini, huntara dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Non Government Organization (NGO).

“Mereka tidak bisa masuk di huntara karena kapasitasnya terbatas. Hanya sekitar 4.468 KK (Kepala Keluarga) yang bias ditampung,” kata Ketua Tim Validasi Data yang juga Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Palu, Arfan, Minggu (26/5). Dia mengaku belum tahu sampai kapan, 6.655 pengungsi yang tinggal di tenda dan selter pengungsian yang saat ini sudah banyak yang rusak dan tidak layak pakai lagi itu terus tinggal di sana. Mengingat pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR sudah memutuskan tidak akan menambah jumlah unit huntara yang dibangun dari 699 unit yang tersebar di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala.

Sebanyak 40.137 jiwa pengungsi di Palu, sebanyak 6.655 jiwa masih di tenda atau selter dan sisanya sudah tinggal di huntara.

Dia berharap baik pemerintah pusat maupun NGO dapat memikirkan dan mencarikan jalan keluar untuk mengatasi persoalan tersebut.

Persoalan lain yang saat ini dialami pengungsi lanjutnya adalah jaminan hidup (jadup) yang ditanggung oleh Kementerian Sosial yang hingga saat ini belum jelas. Ditambah lagi Kemensos hanya menanggung jadup pengungsi yang menempati huntara yang dibangun Kementerian PUPR.

“Bagaimana dengan pengungsi yang tinggal di selter dan tenda pengungsian? Bagaimana yang tinggal di huntara yang dibangun NGO? Kemarin Wali Kota Palu sudah menolak itu, meminta agar jadup dari Kemensos diberikan juga untuk pengungsi yang tinggal di selter dan huntara bantuan NGO,” ujarnya.

Sementara itu, pmerintah mengajukan pinjaman bantuan darurat Emergency Assistance Loan for Rehabilitation and Reconstruction (EARR) kepada Asian Development Bank (ADB) senilai USD 297,91 juta atau Rp 4,25 triliun, untuk merehabilitasi dan merekonstruksi Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) pasca gempa tahun lalu.

Nantinya, akan dibagi ke dalam dua proyek yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Perhubungan. Di mana pinjaman sebesar USD 188,16 juta diajukan untuk membiayai rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur sosial dan sumber daya air di Sulteng, sementara pinjaman untuk proyek infrastruktur transportasi pelabuhan dan bandar udara bernilai USD 109,75 juta.

“Saat ini, proposal sedang dalam proses internal Pemerintah Indonesia dan menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan. Semoga dalam waktu dekat ini dapat diusulkan dan dinegosiasikan dengan pihak ADB,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro dalam acara Bilateral Meeting with Southeast Asian Department (SERD) ADB di Nadi, Fiji, melalui keterangan resminya, Rabu (1/5).**

Sumber: merdeka.com

Berita terkait