Apoteker Sama Penting Dengan Dokter

  • Whatsapp
banner 728x90

SEKRETARIS Provinsi (Sekprov) Sulawesi Tengah (Sulteng) Mohammad Hidayat Lamakarate mengapresiasi profesi apoteker yang juga sama pentingnya dengan dokter dan perawat.

“Karena selain belajar obat (apoteker) juga belajar membaca huruf-huruf (resep) dokter dan uniknya hanya mereka yang bisa,” pujinya saat menjadi pembicara pada Konferensi Daerah Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Sulteng, Sabtu (22/6/2019) di salah satu hotel Palu.

Hidayat membagi pengalaman saat mengurus sektor kesehatan di Banggai Laut, tepatnya sewaktu jadi Penjabat Bupati beberapa tahun lalu. Kendala yang dihadapi disana katanya seperti belum adanya dokter spesialis.

“Rumah sakit (RS) besar tapi sepi, pasien yang datang hanya lima. Mengapa, karena mereka cukup berobat di puskesmas saja,” ingatnya akibat belum adanya dokter spesialis di RS tersebut. Untuk menyiasati hal itu, Hidayat lalu mendatangkan tenaga dokter spesialis dari luar pulau meski konsekuensinya pemkab harus membayar insentif tambahan plus menyediakan fasilitas rumah dan kendaraan dinas.

Langkah itu lanjutnya cukup berhasil meyakinkan masyarakat berobat ke rumah sakit, tapi justru membuat masalah baru yaitu apotek tidak sanggup mengcover obat-obat generik atau yang ditanggung BPJS. Ditambah lagi jumlah apoteker yang terbatas, yang belum merata di kabupaten berwilayah kepulauan itu.

Dari kisah itu maka Sekprov mengharap IAI mendata daerah-daerah mana saja di Sulteng yang kekurangan apoteker supaya nanti bisa disebar secara merata.

Ia juga meminta IAI gencar bersosialisasi ke masyarakat tentang manfaat obat generik yang sebenarnya sama saja dengan obat paten yang diklaim lebih manjur tapi lebih mahal. “Ini sangat mengganggu psikologi masyarakat,” ujarnya menyoal masih

adanya masyarakat yang belum percaya dengan kemampuan obat generik. Sementara itu, Ketua Umum IAI Pusat Nurul Falah berharap terwujudnya kesetaraan antara apoteker selaku tenaga farmasi dengan dokter selaku tenaga medis.

Kesenjangan kedua profesi itu katanya bisa diatasi kalau saja dibangun sistem interprofessional education atau sistem pendidikan kolaborasi yang dikenalkan sejak para calon dokter, apoteker, perawat dan rumpun medis lainnya masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah masing-masing.

“Supaya nanti waktu mengabdi terjadi kolaborasi antara tenaga farmasi dan medis. Jadi tidak ada yang merasa superior dan bisa saling menghargai,” pungkasnya tentang ide itu.

Selain menggelar konferensi, menurut Ketua IAI Sulteng Jamaludin, para peserta juga dibekali lewat seminar dan kegiatan akan berlangsung dua hari. ***

Sumber: Humpro Sulteng

Berita terkait