ADA APA DI MUSPIDA SULTENG

  • Whatsapp
banner 728x90
Catatan Pinggir

MUSYAWARAH Pimpinan Daerah lazim disebut Muspida, adalah sebuah lembaga yang di dalamnya terdiri dari seluruhnya adalah pejabat daerah. Mulai dari gubernur, bupati/walikota, Kapolda, Kapolres, Danrem, Dandim, Kajati, Kajari, pimpinan DPRD, hingga pimpinan kesatuan TNI/Polri dan pimpinan peradilan dalam satu wilayah. Sesuai namanya, Muspida sangat ampuh digunakan sebagai urun rembuk para pimpinan daerah untuk menghadapi, menangkal dan mencarikan solusi permasalahan satu wilayah/daerah.

Dalam konteks pemerintahan daerah, Muspida biasanya membangun percakapan-percakapan antar pimpinan yang sangat vital. Karena pada unsur Muspidalah menentukan percepatan penanganan masalah, menentukan keputusan daerah. Antar unsur anggota Muspida, yang diketuai kepala daerah itulah arah pembangunan daerah akan cepat, tanggap dan bersinergi.

Kedatangan Gubernur Sulteng, Longki Djanggola di markas besar Polda Sulteng, Jumat 5 Juli 2019 lalu dengan membawa laporan polisi langsung atas dugaan pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE, yaitu penyebaran, transmisi atas dirinya ‘foto surat kabar Mercusuar’ dengan Judul ‘Longki Djanggola membiayai Peole Power di Sulteng’ memberi pesan bahwa ternyata ia harus dating langsung untuk melaporkan. Tindakan Longki ini tentu disebabkan aduan awal tim pengacaranya dan pejabat yang ditunjuknya selama 1,5 bulan belum ada titik terang.

Gubernur pun dalam keterangan persnya pada wartawan Nampak mengungkapkan kegusarannya atas aduannya yang terkesan lamban ditangani Polda. Bahkan, ia memberi perbandingan dengan kasus-kasus lain yang sama tetapi cepat ditangani. Pesan kedua inilah memberikan keterangan bahwa hubungan-hubungan unsur pimpinan daerah dalam forum Muspida patut pula menjadi pertanyaan.

Kedatangan Gubernur Longki yang demontratif pasti tidak akan terjadi apabila hubungan di Muspida berdinamika dengan baik. Konsolidasi dan keharmonisan antar unsur dapat terbangun apabila komunikasi dalam permusyawaratan pimpinan daerah terjalin dengan baik. Benarkah, kasus remeh temeh itu sebegitu pentingnya hingga muncul ke permukaan publik hingga dapat direspon banyak tafsiran?

Sulawesi Tengah, September 2020 akan datang ada delapan kabupaten/kota dan Pilkada gubernur menggelar pesta demokrasi. Sebuah pesta politik yang tentunya membutuhkan kesolidan seluruh unsur pimpinan dan kemasyarakatan.

Hal-hal yang mengindikasikan keretakan, kerenggangan komunikasi antar stakeholders di Sulteng akan sangat berbahaya dan rentan dari gangguan, ancaman dan hambatan pembangunan politik. Ujung-ujungnya yang akan merugi adalah rakyat Sulawesi Tengah. Sulteng Damai, tanpa kerusuhan yang dislogankan pada peringatan Bhayangkara ke 73 tahun adalah tekad yang perlu disokong semua pihak. Mari bersama-sama menjaga dan merawat Sulteng. **

 

Oleh: Andono Wibisono

Berita terkait